Dua Tokoh Lampung Disetujui Jadi Pahlawan Nasional, Ini Profilnya

PRAGIA.ID, Lampung – Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) Kementerian Sosial RI menyetujui usulan Pemerintah Provinsi Lampung untuk memberi gelar KH Ahmad Hanafiah dan Mr Gele Harun sebagai pahlawan nasional.

Berkas usulan akan segera dinaikkan ke Dewan Gelar Pusat (DGP). Hal itu disampaikan Perwakilan TP2GP Alfan Alfian saat bertemu Wakil Gubernur Lampung Chusnunia Chalim di Ruang Rapat Sakai Sambayan, Jumat (25/8).

Kedatangan mereka untuk melaksanakan verifikasi lapangan dengan tujuan menggali informasi, mengklarifikasi, dan melihat kesesuaian dokumen usulan dengan fakta lapangan, pada tanggal 24-26 Agustus 2023.

Alfan Alfian juga menjelaskan sosok KH Ahmad Hanafiah telah berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia sampai akhir hayatnya pada tahun 1947. Maka, sudah selayaknya ia mendapat gelar Pahlawan Nasional.

Dengan bertambahnya dua pahlawan nasional, maka Lampung akan memiliki tiga pahlawan nasional. Pahlawan nasional pertama asal Lampung adalah Raden Intan II pada tahun 1986.

Berikut profil keduanya:

KH Ahmad Hanafiah lahir di Kecamatan Sukadana, Lampung Timur yang saat itu menjadi bagian dari Lampung Tengah pada tahun 1905.

Ia adalah seorang ulama yang tumbuh besar di lingkungan pesantren. Orang tuanya merupakan pendiri Pondok Pesantren Istishodiyah Sukadana, ponpes pertama di seluruh Lampung.

Sepanjang hayatnya, ia pun menempuh pendidikan dari satu pondok ke pondok lainnya; bukan hanya di Indonesia, melainkan juga luar negeri.

Dia mendirikan Laskar Hizbullah, organisasi pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan. Laskar ini menjadi wadah pendidikan paramiliter bagi para santri.

Dia berjuang saat Belanda melancarkan agresi militernya pada tahun 1947 di sejumlah wilayah di Indonesia, termasuk Lampung yang saat itu bagian Karesidenan Sumatera Selatan.

Di sinilah terjadi pertempuran hebat antara laskar rakyat melawan Belanda. Perlawanan laskar rakyat tergabung dalam barisan Hizbullah dan Sabilillah yang bersenjatakan golok. Namun, informasi TNI dan Laskar Hizbullah yang berencana menyerang Baturaja telah dibocorkan mata-mata. Para tentara Indonesia pun mundur ke Martapura.

KH Ahmad Hanafiah gugur saat Belanda menyerang Kamerung (Hutan di Baturaja arah Martapura), Baturaja, Sumatera Selatan. Dai pejuang itu ditangkap hidup-hidup. Ia lantas dimasukkan dalam karung dan ditenggelamkan di sungai Ogan menjelang 17 Agustus 1947.

Mr Gele Harun Nasution lahir di Sibolga, 6 Desember 1910. Ayahnya bernama Harun Al-Rasyid Nasution, seorang dokter yang menetap dam memiliki tanah yang luas di Tanjung Karang Timur.

Gelar Mr dia raih setelah sekolah hakim tinggi di Leiden, Belanda. Dia pulang ke Indonesia pada akhir tahun 1938. Mr adalah meester in de rechten atau Magister dalam hukum yang berlaku di Belanda.

Dia berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia saat Agresi Militer Belanda II tahun 1948. Mr Gele Harun diangkat Pj. Residen Lampung (kepala pemerintahan darurat) menggantikan Residen Rukadi pada tanggal 5 Januari 1949.

Pada tanggal 18 Januari 1949, saat pasukan Belanda memasuki wilayah Pringsewu, Gele Harun memindahkan keresidenan dari Pringsewu ke Talangpadang.

Karena terdesak, Gele Harun terpaksa kembali memindahkan pemerintahan darurat ke pegunungan Bukit Barisan di Desa Pulau Panggung, dan terakhir hingga ke wilayah Sumberjaya, Lampung Barat.

15 Agustus 1949 terjadi gencatan senjata antara Indonesia-Belanda, Gele Harun dan pasukannya keluar dari hutan di wilayah Waytenong. Dia dan pasukannya kembali ke Tanjung Karang setelah penyerahan kedaulatan pada 27 Desember 1947.

Mr Gele Harun diangkat kembali menjadi Residen Lampung definitif tanggal 1 Januari 1950 hingga 7 Oktober 1955.

Gele Harun meninggal dunia di usia 62 tahun, tepatnya 4 April 1973 dan dimakamkan di TPU Kebunjahe, Enggal, Bandar Lampung.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *