PRAGIA.ID, Lampung – Kelompok Studi Kader (Klasika) Lampung mengecam pelarangan diskusi publik oleh Universitas Lampung (Unila) dan Institut Teknologi Sumatera (Itera).
Di mana, Rektor Unila dan Itera tidak memberi izin pelaksanaan diskusi publik yang digagas oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) lantaran Rocky Gerung menjadi salah satu pembicara.
Direktur Klasika Ahmad Mufid menyebutkan peristiwa pelarangan ini menunjukkan pemberangusan kebebasan berdiskusi dan pengkerdilan pikiran oleh kampus.
Kampus tidak lagi menjadi lokus suaka kebenaran. Padahal kampus merupakan satu-satunya ruang bagi pergolakan pendapat atau gagasan dipertarungkan dan ide-ide dipertukarkan.
Menurut Mufid peristiwa ini justru menampakkan kampus sebagai rezim tirani, yang hanya ingin menelurkan kebenarannya sendiri.
Kampus menolak tafsir, model dan kebenaran yang lain yang mungkin saja benar untuk diperbincangkan di kampus.
Unila dengan dalih sedang berbenah atau sedah memulihkan diri dari permasalahan hingga masalah Rocky Gerung dengan Presiden Jokowi belum tuntas, menurutnya adalah alasan yang dibuat-buat dan mengada-ada.
“Pelarangan oleh kampus, pasti terdapat alasan-alasan. Alasan tersebut terkesan mengada-ada,” ujarnya saat diwawancarai, Kamis (14/9).
Aktivitas pelarangan menurutnya, berarti kampus menginginkan mahasiswa dan masyarakat tidak terlibat dalam iklim akademik dan iklim intelektual yang kondusif.
“Kampus tidak memperbolehkan terjadinya silang pendapat atau adu gagasan. Kampus hanya menginginkan satu kebenaran. Cara semacam itu, sudah kolot atau peninggalan feodal,” katanya.
Peristiwa ini baginya akan menjadi preseden buruk bagi mahasiswa. Pasalnya, terlihat contoh bahwa kekuasaan atau struktur kampus melakukan pelarangan.
Ia menyebutkan, jika segala bentuk pembodohan atau pelarangan beradu gagasan dibiarkan, maka akan menjadi preseden buruk dan akan menjadi peristiwa terulang dikemudian hari.
Pelarangan semacam ini tidak bisa dibiarkan. Oleh karena itu, ia mengajak seluruh Organisasi Kepemudaan, Organisasi kemahasiswaan, BEM di seluruh kampus Lampung, Akademisi agar jangan diam.
Ia mengajak semua elemen masyarakat untuk menyuarakan penolakan dengan lantang terhadap segala bentuk pembodohan oleh kampus.
“Jika dibiarkan, hal ini akan mengendap di kesadaran mahasiswa, bahwa kekuasaan sangat represif. Dan selanjutnya ketika mahasiswa berkuasa akan melakukan pola yang terulang, atau melakukan tindak represif,” katanya.
Selain itu, jika hal ini dibenarkan, maka dikemudian hari jika ada pelarangan serupa mahasiswa akan turut diam.
Baginya tidak boleh seseorang melihat kejahatan sebagai sesuatu yang biasa saja. Hal ini akan menjadi kebanalan jika dibiarkan.
“Yang paling jahat dari sebuah kejahatan, ketika yang paling jahat tidak lagi dilihat sebagai sesuatu yang jahat. Oleh karena itu, kejahatan atau pelarangan semacam ini tak boleh mengarah pada sebuah kebanalan,” tutupnya.(*)